Halaman

Selamat Datang di Blog WISATA SYARTA mari ber-Wisata bersama Saya Stevenly Alexsander Takapaha untuk berbelanja, menikmati kuliner yang enak-enak, menikmati Keindahan Alam ciptaan Tuhan, mengagumi budaya dan sejarah serta berpetualangan-Karena hidup ini Indah dan setiap tempat adalah objek wisata. Blog ini menampilkan semua objek wisata yang dikunjungi dan dapat diceritakan. Salam Wisata!

Merpati Nusantara Airlines Pesawat Perintis

(Melongunae Talaud -Naha Sangihe)

Merpati Nusantara Airlines adalah salah satu maskapai penerbangan nasional yang sahamnya dimiliki sebagian besar oleh pemerintah Indonesia. Berdiri di tahun 1962, Merpati memiliki pusat operasi di Jakarta, Indonesia Maskapai ini mengoperasikan jadwal penerbangan domestik dan juga internasional ke daerah Timor Timur dari pusatnya di bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Pada 1 Februari 2014 Merpati menangguhkan seluruh penerbangan dikarenakan masalah keuangan yang bersumber dari berbagai hutang. Disinyalir Merpati membutuhkan 7,2 trilyun rupiah untuk dapat beroperasi kembali. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, secara resmi menyatakan "Situasinya kini sudah menentukan agar Merpati tidak beroperasi kembali, karena kerusakannya akan lebih besar apabila (perusahaan ini) diteruskan." Walaupun dililit hutang "On Time Performance" (penilaian penerbangan tepat waktu) Merpati mengungguli Air Asia.
Pada 18 September 2014 Menteri BUMN Dahlan Iskan menyatakan bahwa pemulihan maskapai ini akan membutuhkan 15 Triliun Rupiah untuk menutup pembayaran gaji, berbagai kehilangan yang diderita perusahaan dan hutang pada sekitar 2.000 pihak. Dahlan Iskan menyatakan bahwa rencana untuk menghidupkan kembali maskapai ini sudah menemui jalan buntu karena restrukturisasi aset dan rencana penjualan tidak menguntungkan lagi. Rencana penjualan fasilitas pemeliharaan Merpati di nilai berkisar pada harga Rp. 300 juta rupiah (USD25,000).Namun Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Nawir Messi menilai bahwa penutupan maskapai ini lebih kepada masalah politik dan bukan karena harga